Lailatul Qadr ; Sebuah “Dimensional Error” dari Alloh, dan “Hasil Lupa”
dari Muhammad.
Pakar Islam (khususnya Ibn Abbas)
mengkaidahkan (baca: mendongengkan) adanya dua lokasi yang berbeda untuk
menampung turunnya satu Quran yang sama dari Lauhul Mahfudz! Dan Jibril
“diharuskan” bekerja repot dua kali dalam urusan untuk kedua lokasi ini. Lokasi pertama disebut-sebut sebagai
dunia langit pertama Bayt Al-‘Izzah (periwayatan lain menyebutkannya Baitul
Makmur, berada di langit ke-4, atau ke-3), dimana didongengkan terjadi
pen-tanzil-an seluruh Quran sekaligus (tanpa cicilan). Dan
selanjutnya dari sana (entah berapa lama tertahan disana) barulah diturunkan sekali lagi wahyu cicilan bertahap kepada Muhammad
di dunia selama 23 tahun! Ini adalah mitos gila yang
membodohi umat tanpa merujukkan satupun bukti atau referensi.
By Ram Kampas
Sepertiga penggalan waktu dari keseluruhan
puasa Ramadhan biasa dirujukkan sebagai malam Lailatul Qadar, yaitu malam
kemuliaan, atau malam sepenuh-penuh berkah bagi muslim yang dapat menemukan
malam misterius itu.
Muslim
percaya bahwa di malam bulan Ramadhan itulah terturun wahyu Alloh yang pertama
kepada Muhammad, yang kejadiannya tertuang dalam Surah Al Qadr 97:
1. Sesungguhnya Kami telah menurunkannya pada (malam) lailatul-qadar”.
2. Dan tahukah engkau apakah lailatulqadar itu?
3. Lailatulqadar itu lebih baik dari seribu
bulan.
4. Malaikat-malaikat dan Ruh turun padanya dengan izin
Tuhannya membawa segala perintah.
5. Sejahteralah malam itu sampai terbit fajar”.
Kejadian Lailatul Qadar ini tentu hanya
terjadi satu kali,dimana Al-Quran diturunkan untuk pertama kalinya, dengan
sepenuh kemuliaan para malaikat yang menurunkannya.
Akan tetapi keterangan ini telah
membingungkan semua ahli Islam. Ia bukan sekedar malam penuh kemuliaan,
melainkan juga malam penuh dengan kegelapan misteri. Betapa tidak! Malam Lailatul Qadar
diklaim muslim sebagai saat dimana Quran diturunkan pertama kalinya tanpa
tercari kapan turunnya. Tetapi kejadian yang menimpa Muhammad di gua Hira (bukan
malam tapi siang) di tahun 610 M, juga dianggap sebagai saat dimana beliau
menerima wahyu yang paling pertama diturunkan. Kedua peristiwa itu jelas
berlainan ruang dan waktu dan detil kejadian!
Lima ayat yang diturunkan bukan seperti
Surah 97 diatas, melainkan, dalam Surah 96 (Al-Alaq) sbb:
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu
Yang menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha
Pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan
perantaraan kalam
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang
tidak diketahuinya.
Quran Surah 97 mengatakan
bahwa wahyu-pertama TELAH diturunkan oleh seangkatan para malaikat dan Ruh,
secara ramai-ramai di malam penuh kemuliaan, entah kepada siapa waktu itu
(awas, Muhammad total absen disitu). Sementara yang diturunkan di gua Hira itu
(Surah 96) dilakukan oleh hanya seorang “Ruh” secara diam-diam, tanpa
gegap gempita dari malaikat lainnya. Dan itu diturunkan kepada pribadi Muhammad
yang memang ada di Hira situ. Yang satu dicirikan
sebagai wahyu kemuliaan, penuh sejahtera, bernilai melebihi 1000 bulan,
sementara yang di gua Hira justru tanpa ciri kemuliaan apapun kecuali malah
bercirikan teror, cekikan Ruh yang begitu sangat mengerikan bagi Muhammad!
Mencoba menyerasikan kekusutan ayat-ayat
Allah ini, maka pakar Islam (khususnya Ibn Abbas) mengkaidahkan (baca:
mendongengkan) adanya dua lokasi yang berbeda untuk menampung turunnya satu
Quran yang sama dari Lauhul Mahfudz! Dan Jibril “diharuskan” bekerja repot dua
kali dalam urusan untuk kedua lokasi ini. Lokasi pertama disebut-sebut sebagai
dunia langit pertama Bayt Al-‘Izzah (periwayatan lain menyebutkannya Baitul
Makmur, berada di langit ke-4, atau ke-3), dimana didongengkan terjadi
pen-tanzil-an seluruh Quran sekaligus (tanpa cicilan). Dan selanjutnya dari
sana (entah berapa lama tertahan disana) barulah diturunkan sekali lagi wahyu
cicilan bertahap kepada Muhammad di dunia selama 23 tahun!
Ini adalah mitos gila yang membodohi umat
tanpa merujukkan satupun bukti atau referensi. Dari mana seorang Ibn Abbas bisa
mendapatkan WAHYU GAIB yang lebih besar dari Quran-nya Muhammad? Sayangnya
dongeng al-qadar terputus sampai kesitu. Tak ada jawaban berapa lama wahyu
transit itu tersangkut di dunia-langit, dan untuk apa ia ditransitkan disitu!?
Tetapi Muslim perlu disadarkan bahwa apa yang diajarkan oleh para Ulama ini
bisa-bisa lebih jahat daripada dirinya menjadi kafir! Sebab ajaran semacam ini
melampaui batas spekulasi, dan sangat menghujat maha-efisiensinya karya Alloh
yang mengharuskan Jibril cs. untuk bekerja dua kali ulang dalam estafet
penurunan Al-Quran. Lalu apakah ini masih bisa disebut sebagai
“wahyu-langsung” dari Alloh kepada Muhammad? Dan bagaimana bandingannya
dengan wahyu langsung Tuhan Alkitab kepada SEMUA nabi Israel? Kenapa prosedur
transito itu hanya diberlakukan Alloh bagi Quran tetapi tidak bagi Taurat,
Zabur dan Injil? Adakah prosedur pewahyuan terdahulu itu kalah mutu sehingga
perlu dirubah? Padahal selalu dikatakan bahwa Alloh tidak membeda-bedakan
Kitab-Nya? Bahkan semua Muslim dan non-Muslim tentu saja mengharapkan bahwa
cara turun pewahyuan Al-Quran harus lebih “canggih” ketimbang Alkitab, karena
itu merupakan wahyu terakhir-Nya.
Oh, Semua kedengarannya teramat rumit,
spekulatif dan kontradiktif.
Kalau Ulama mau ngotot berspekulasi, lebih baiklah mereka menganggap lailatul qadar itu sebagai vision mimpi Muhammad yang dilahirkan dari sebuah fantasi yang lalu dianggap wahyu. Itu lebih make sense. Apalagi detil message-nya sendiri memang mengesankan kosongnya pesan intrinsik Alloh yang seharusnya paling signifikan dalam malam qadar yang begitu “mulia” itu. Tidak ada yang terlalu khusus, kecuali sebentuk teka-teki! Bahkan ketika Alloh sendiri bertanya “Tahukah engkau apakah Lailatul Qadar itu?” Ia tidak menjelaskannya pokok pertanyaan-nya kecuali menjawab dengan membuat teka-teki baru: Lailatulqadar itu lebih baik dari seribu bulan! yaitu melebihi (better/excel than) 83 tahun! Teka-tekinya adalah: Apanya yang melebihi 83 tahun? Baiknya? Mulianya? Berkatnya? Semuanya? Perhatikan betapa Alloh telah membuat sebuah WAHYU BLUNDER ketika “baiknya (?) lailatulqadar telah Allah ukur dengan unit-waktu, dan bukannya dengan unit-kualitas untuk kehidupan atau keselamatan kekal! Ini yang disebut sebagai “kesalahan dimensional”, yang mustahil bisa disalah-ucapkan oleh Alloh ditengah arasy kemuliaanNya. Ini sama konyol dan fatal seperti yang ditunjukkan pada ilustrasi dibawah ini:
Kalau Ulama mau ngotot berspekulasi, lebih baiklah mereka menganggap lailatul qadar itu sebagai vision mimpi Muhammad yang dilahirkan dari sebuah fantasi yang lalu dianggap wahyu. Itu lebih make sense. Apalagi detil message-nya sendiri memang mengesankan kosongnya pesan intrinsik Alloh yang seharusnya paling signifikan dalam malam qadar yang begitu “mulia” itu. Tidak ada yang terlalu khusus, kecuali sebentuk teka-teki! Bahkan ketika Alloh sendiri bertanya “Tahukah engkau apakah Lailatul Qadar itu?” Ia tidak menjelaskannya pokok pertanyaan-nya kecuali menjawab dengan membuat teka-teki baru: Lailatulqadar itu lebih baik dari seribu bulan! yaitu melebihi (better/excel than) 83 tahun! Teka-tekinya adalah: Apanya yang melebihi 83 tahun? Baiknya? Mulianya? Berkatnya? Semuanya? Perhatikan betapa Alloh telah membuat sebuah WAHYU BLUNDER ketika “baiknya (?) lailatulqadar telah Allah ukur dengan unit-waktu, dan bukannya dengan unit-kualitas untuk kehidupan atau keselamatan kekal! Ini yang disebut sebagai “kesalahan dimensional”, yang mustahil bisa disalah-ucapkan oleh Alloh ditengah arasy kemuliaanNya. Ini sama konyol dan fatal seperti yang ditunjukkan pada ilustrasi dibawah ini:
Ukuran/unit Dimensi baku yang Alloh
ciptakan untuk setiap entitas telah dikacau balaukan oleh Alloh sendiri, dimana
muslim kini seolah diajak untuk ramai-ramai “Melihat Rasa, dan Mengecap
Suara”!! Bukankah hal ini juga terjadi pada kronologi urutan ayat dan surah
Quran yang telah dikacau balaukan Muhammad sehingga wahyu yang tadinya
diturunkan Jibril secara kronologis, malah diacak ulang lebih jauh oleh Zayd
dan Khalifah Utsman? Sedemikian kacaunya sehingga unit wahyu pertama
Quran kok bisa-bisanya ditempatkan pada surat urutan ke-96, dll. How come? Bagaimana ini bisa terjadi??
Dan ternyata Muhammad
juga tidak mau ketinggalan dalam “meniru”
kesalahan fatal yang dibuat oleh Allohnya. Beliau yang dipercayakan Alloh untuk menerima dan meneruskan wahyuNya
tiba-tiba lupa kapan malam qadar itu terjadi! Lebih dari itu, beliau bahkan
tidak merasa bertanggung jawab untuk menyampaikannya yang lebih runut kepada
umatnya, melainkan memerintahkan mereka semua untuk mencari tanggal malam qadar
itu, sendiri-sendiri, demi berkatnya masing-masing!
“… dua orang Muslim sedang berbantahan. Maka Nabi
bersabda, “Saya keluar untuk mengabarkan tentang terjadinya malam qadar, tetapi
si anu dan si anu sedang bertengkar, maka kabar tentang hal itu telah diambil;
dan boleh jadi hal itu adalah baik untuk kalian. Maka carilah pada malam ke 9,
ke 7, atau ke 5 dari 10 hari terakhir dari Ramadhan” (Bukhari, vol.8, buku 73,
no. 75).
Dalam versi lain, dikatakan Nabi .…maka aku jadi lupa.
Mudah-mudahan kelupaan itu berguna untuk Anda sekalian. “Maka carilah malam
qadar itu di malam ketujuh, kesembilan dan kelima” (HSB I/ 41)].
Akibat dari kelupaan Muhammad, Imam Al-Nawawi
merangkumkan pelbagai pendapat para ahli tentang KAPAN TERJADINYA LAILATUL
QADAR:
1. Umumnya
berpendapat bahwa Lailatul Qadar terjadi pada penghujung 10 malam terakhir
Ramadhan.
2. Sebagian
menganut Lailatul Qadar dalam malam-malam ganjil bulan Ramadhan.
3. Ada yang
berpendapat itu terjadi pada malam ke-27, ke-23, dan ke-21.
4. Tetapi Ubay
ibn Ka’b bersumpah bahwa Lailatul Qadar terjadi pada malam kedua puluh tujuh
(HR Al-Tirmidzi).
5. Dan yang
paling menantang adalah pendapat kalangan Syiah yang menganut bahwa Lailatul
Qadar sudah tidak ada lagi! Kosong di kalender! Alasannya? Rasulullah sendiri
telah lupa tentang waktu Lailatul Qadar!
6. Ibn Hajar
dalam Fath Al-Bari menegaskan bahwa ada 40 pendapat berbeda tentang waktu
Lailatul Qadar (!) diantaranya adalah bahwa waktu Lailatul Qadar tidak akan terjadi
lagi, karena cuma sekali itu sajalah. (satu kali itupun entah terjadinya di
hari “anu” yang mana. Jadi apa yang mau dicari lagi dalam puasa Ramadhan?).
Akhirnya, diatas semua keanehan dan
kekacauan ini – yang tidak usah kita teruskan lagi — para sarjana Islam dipaksa
menyerah terhadap satu “kontradiksi-mati” yang tidak bisa dijawab apa-apa lagi
atasnya, yaitu kontradiksi yang diciptakan oleh ayat pokoknya sendiri: “Sesungguhnya,
Kami telah menurun- kannya pada
malam qadar” (ayat 1).
Cobalah Anda bertanya: “Kapan wahyu itu mulai
ditransfer dari Lauhul Mahfudz kepada Nabi, apakah setelah kenabiannya atau
sebelumnya?”
Jikalau kalimat Alloh ini disabdakan
disaat Quran memang telah selesai diturunkan (past perfect) pada malam qadar, maka
Kalimat tersebut (ayat 1 tersebut!) pasti diluar bagian dari Quran (yang telah selesai
terturun), yang langsung berarti belum selesai diturunkan bagi Muhammad. Tetapi dalam kenyataannya kalimat ini telah terturun kepada
Muhammad yang menjadi bagian dari Quran! Inilah yang disebut
sebuah “kontradiksi-mati”.
Nasr Hamid Abu Zaid – pakar hermeneutik
Al-Quran yang paling tersohor –mengkhawatirkan isu ini bisa berkembang sampai
tak terkendali ketika ia berkata: “Ini akan menyebabkan hancurnya konsep ‘sifat
azali’ kalam Alloh, dan akan menghancurkan semua konsep ini dari akar-akarnya”
(Textualitas Al-Quran, p.121). Maka tidakkah transito lailatul qadar di
langit-dunia itu hanyalah sebuah fantasi Muhammad belaka? Atau kalau tidak,
maka ia malahan menghancurkan Kalam Alloh itu sendiri?
Dalam kekacauan dan hiruk pikuk
ketidak-pastian yang diciptakan baik oleh Alloh maupun oleh nabi-Nya, muslim di
penghujung Ramadhan ini kembali diharuskan bertaqwa, nrimo, demi bisa menubruk berkah yang tersembunyi ajaib pada
Malam Berkah Seribu Bulan. Semoga saja mereka tidak menemukan sesuatu yang
kosong di kalender sehabis lapar
sebulan penuh, walau hal tersebut amat jauh panggang dari api…
(artikel ini dikutip dari www.answeringislam.org)
No comments:
Post a Comment
SILAHKAN BERKOMENTAR YANG SOPAN, SEMUA KOMENTAR YANG TIDAK SOPAN AKAN DIHAPUS_SANG TIMUR