_bagian
kelima dari 6 artikel.
Oleh ; Abd Al Masih
[...mungkin saja anda pernah membaca artikel ini di website
lain karena artikel ini memang saya copy dari alamat website lain. Saya sengaja
tidak mengubah judul artikel dan isinya agar tidak menimbulkan kesalahan dalam
memahami esensinya. Namun karena terlalu panjang, maka akan saya bagi dalam
beberapa bagian. Pembaca hendaknya membaca sampai habis untuk mendapatkan
manfaat yang utuh dari apa yang selama ini di-salah- mengerti-kan atau malah
sengaja di-sembunyi-kan oleh para sarjana muslim dan para mubaligh kepada umat
muslim dalam memahami Quran dan Injil. Sesuai dengan judulnya, “Pertanyaan Yang
Menuntut Jawaban”, maka sebagian besar pertanyaan yang selama ini tersimpan di
kepala anda akan terjawab di sini...selamat membaca]
X. TANDA DARI ALLAH
Inspirasi Islam menunjuk
Isa sebagai “Tanda dari Allah” (Ayatollah). Menurut Islam, Allah telah membuat
Isa dan ibu-Nya sebagai tanda yang diberikan Allah kepada manusia:
“Kami menjadikannya
suatu tanda bagi manusia” (Sura 19:21).
“Kami tiupkan ke dalam
(tubuh)nya ruh dari Kami dan Kami jadikan dia dan anaknya tanda (kekuasaan
Allah) yang besar bagi semesta alam.” (Sura 21:91).
Al-Masih tidak menerima
sebutan unik ini dari manusia, tetapi langsung dari Allah. Dia tidak menerima
sebutan, “Tanda dari Allah,” agar dapat masuk ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi di universitas, tetapi Dia telah menyandang sebutan terhormat ini sejak
saat Dia dilahirkan ke dunia. Sebaliknya, tempat tertinggi dalam Islam aliran
Shi’ah hanya dapat diberikan kepada pakar-pakar yang telah menerima gelar
Ayatollah, yang berarti “tanda dari Allah.” Banyak orang Islam terlalu
berlebihan di dalam menghormati Khomeini, karena mereka bukan hanya
memanggilnya “Ayatollah” (Tanda dari Allah) tetapi juga Ruhullah (”Roh Allah”).
Para pengikut Al-Masih telah mendapat “Tanda dari Allah” selama 1.990 tahun di
dalam diri Al-Masih! Para pengikut Shi’ah hanya memiliki Ayatollah mereka yang
terkenal tahun-tahun belakangan ini saja. Apa perbedaan antara Khomeini dan
Al-Masih? Jurang di antara kedua orang ini mustahil untuk dijembatani. Al-Masih
menyembuhkan orang sakit, menyucikan orang kusta, membangkitkan orang mati,
memberi makan orang yang kelaparan, menghibur orang yang terkena musibah,
memberkati musuh-musuh-Nya, menciptakan damai antara manusia dan Allah, dan
menyelamatkan jutaan manusia dari kutukan Hari Penghakiman. Khomeini,
sebaliknya, memimpin para pengikutnya kepada dua peperangan yang porak poranda
di Irak dan Afghanistan, di mana jutaan orang Islam terbunuh, menjadi cacat, kehilangan
rumah dan lingkungan hidup. Dia mengutuk setiap orang yang dia anggap musuh
Islam. Perbedaan antara Ayatollah para pengikut Al-Masih dan Ayatollah para
pengikut Shi’ah sungguh tidak terkatakan lagi!
Para pakar Islam aliran
Sunni merasa dihina oleh Ayatollah Khomeini ketika ia mengijinkan para
pengikutnya untuk memanggil dirinya “Roh Allah” (Ruhu-Allah) atau “Roh Kudus”
(Ruhul-Qudsi). Bahkan Muhammad pun tidak menerima sebutan tersebut bagi
dirinya. Pakar-pakar aliran Sunni dari berbagai negara Arab bertemu di
Casablanca (Moroko) dan setuju untuk mengutuk kebiasaan ini. Raja Maroko,
Hassan II, mengumumkan di depan masyarakat umum bahwa jika Khomeini tidak
menghentikan para pengikutnya untuk memanggil dirinya Ruhullah atau
Ruhul-Qudsi, maka dia (Ayatollah Khomeini) harus diusir dari Islam dan tidak
dapat lagi dianggap sebagai orang Islam. Pengumuman Raja tersebut didasarkan
pada bukti yang terdapat dalam Al-Qur’an bahwa hanya ada satu manusia di dalam
sejarah dunia yang memiliki hak untuk menamakan dirinya “Roh Kudus”: Isa, Anak
Maryam, karena Dia dilahirkan dari Roh Kudus. Untuk mengutuk para pengikut
Shi’ah, para pengikut Sunni mengakui kebenaran bahwa Isa adalah satu-satunya
manusia yang pernah dilahirkan oleh Roh Allah.
Khomeini dipilih oleh
manusia sebagai tanda dari Allah kepada kaum Shi’ah yang kebanyakan bermukim di
Iran. Tetapi Al-Masih adalah “Tanda dari Allah” yang sebenarnya bagi seluruh
manusia. Dia bukan hanya “Tanda dari Allah” bagi para pengikut Al-Masih atau
bagi bangsa Yahudi, tetapi juga bagi orang Hindu, Budha, atheis, Islam, dan
lain-lainnya. Siapa saja yang mempelajari kehidupan Al-Masih secara mendalam
akan menemukan bahwa Dia adalah Ayatollah yang sempurna, “Tanda dari Allah”
yang sesungguhnya.
XI. RAHMAT ALLAH
Kita dapat membaca di Al-Qur’an
apa yang dikatakan Allah tentang Isa:
“Kami menjadikannya
suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami” (Sura 19:21).
Muhammad juga dijuluki
‘rahmat’ dalam Al-Qur’an:
“Dan tiadalah Kami
mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Sura
21:107).
Kita telah mengetahui
bahwa inspirasi Muhammad pada dasarnya berbeda dengan Al-Masih; demikian juga,
arti dan isi rahmat dari keduanya juga secara fundamental berbeda.
Malaikat Jibril diduga
mendiktekan Al-Qur’an kepada Muhammad. Al-Masih tidak memerlukan malaikat
sebagai perantara, karena Dia sendiri adalah inkarnasi Firman Allah yang kekal.
Perbedaan antara inspirasi Injil dan inspirasi Al-Qur’an sama besarnya dengan
perbedaan rahmat Al-Masih dan Muhammad yang tidak dapat dijembatani. Inspirasi
kepada Muhammad dapat ditemukan dalam ayat-ayat Al-Qur’an, dalam berpuluh-puluh
ribu deklarasi Hadits (kumpulan Tradisi Islam), dan dalam tata cara kehidupan
praktis dia sehari-hari (al-Sunna). Sumber-sumber ini disatukan dan dikompilasikan
menjadi hukum Islam (Syariat), yang terdiri dari perintah-perintah dan
larangan-larangan. Hukum ini mengatur segala aspek kehidupan umat Muslim,
termasuk doa lima waktu, dengan keharusan untuk membersihkan tubuh terlebih
dahulu, berpuasa di bulan Ramadan, zakat, naik haji, dan bahkan upacara
penyunatan dan upacara penguburan. Hukum Syariat juga meliputi tata cara
berkeluarga, hukum warisan, kontrak, perang suci dan hukuman-hukuman berat.
Kehidupan orang Islam diatur oleh Hukum Islam yang, menurut teologia Islam
adalah bukti akhir yang nyata dari rahmat Allah kepada orang Islam.
Injil mengingatkan bahwa
tidak ada seorang pun yang dapat dibenarkan karena menjalankan Hukum Taurat,
karena tidak seorang pun sanggup untuk melakukannya dengan sempurna. Hukum
Islam pun secara terus menerus dilanggar oleh orang Islam. Jutaan dari mereka
tidak menjalankan perintah untuk berdoa lima waktu sehari; jutaan lainnya tidak
secara konsisten berpuasa pada bulan Ramadan; yang lainnya tidak memberikan
jumlah zakat yang seharusnya mereka bayar; dan kebanyakan dari mereka tidak
dapat menyelesaikan proses naik haji tanpa melakukan kesalahan. Lebih dari itu,
berapa banyakkah seseorang berdosa terhadap isteri dan anak-anaknya, dan berapa
seringkah suatu kontrak bisnis harus diakhiri oleh penipuan atau pemaksaan;
berapa seringkah mulut seseorang mengucapkan kebohongan? Tidak ada satu orang
pun yang tidak ternoda atau terkena polusi karena tinggi hati, balas dendam,
kebencian, dan hati nurani yang kotor. Hukum Allah mengutuk setiap orang
melalui perbuatan, perkataan, dan niatnya. Tujuan akhir dari Hukum adalah
penghakiman atas setiap orang berdosa karena kejatuhannya, kebersalahannya, dan
korupsinya. Memang, hukum Muhammad mengatur orang-orang Islam, sama seperti
Hukum Musa berpusat pada kehidupan anak-anak Abraham atas Allah dan Firman-Nya.
Hukum itu menuntut penyerahan yang penuh dan kepatuhan yang menyeluruh kepada
Sang Pencipta. Tetapi tidak ada hukum yang dapat membenarkan orang berdosa, dan
tidak ada hukum yang dapat membebaskan orang yang berdosa. Hukum itu diberikan
untuk menghakimi orang yang melanggar hukum dan menghancurkan mereka. Karena
Hukum, maka setiap orang akan berjalan menuju neraka. Hukum itu adalah hakim
yang adil. Tidak ada satu manusia pun yang dapat memenuhi persyaratan Hukum.
Setiap orang yang taat
beragama berharap untuk menerima pengampunan dari Allah. Orang Islam berpikir
bahwa:
“Sesungguhnya
perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang
buruk.” (Sura 11:114; Sura 35:29- 30).
Tetapi menurut Islam,
tidak ada satu orang pun yang dapat memastikan bahwa dosa-dosanya akan diampuni
sampai tiba Hari Penghakiman. Hukum mereka tidak menawarkan korban pengganti,
dan juga tidak memberikan keselamatan yang cuma-cuma kepada mereka. Setiap orang
Islam akan menerima upah/ganjaran mereka pada Hari Penghakiman, ketika
pelanggaran mereka dan segala kegagalan mereka terbongkar semua. Hukum pada
akhirnya akan menghukum para pengikutnya. Muhammad mengakui bahwa seluruh
pengikutnya akan pasti masuk neraka:
“Demi Tuhanmu,
sesungguhnya akan Kami bangkitkan mereka bersama syaitan, kemudian akan Kami
datangkan mereka ke sekeliling Jahannam dengan berlutut… Dan tidak ada
seorangpun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu
adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan.” (Sura 19:68,71).
“Dan untuk itulah Allah
menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan:
sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang
durhaka) semuanya.” (Sura 11:119).
Kita mengakui bahwa
semua pengikut Al-Masih, Hindu, Budha, dan Islam adalah orang-orang yang pada
dasarnya sungguh berdosa. Tidak ada satu manusia pun yang baik, “Karena semua
orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah,” (Roma 3:23).
Hanya Al-Masih sendiri
yang hidup menurut Hukum dan menuntut bahwa kita harus mentaati perintah
kasih-Nya juga. Tetapi tujuan utama Al-Masih adalah bukan untuk membuat suatu
hukum yang menghukum manusia tetapi untuk menyatakan kasih (anugerah) Allah terhadap
manusia berdosa dan untuk membenarkan mereka secara cuma-cuma. Al-Masih
menjalani kehidupan sesuai dengan apa yang Dia ajarkan, dan diri-Nya sendiri
menyelesaikan Hukum, dengan membuktikan bahwa Dia patut menjadi Domba Allah,
yang menghapus dosa dunia (Yoh. 1:29).
Tujuh ratus tahun
sebelum kelahiran Al-Masih, Nabi Yesaya bernubuat bahwa seseorang akan datang
sebagai ganti kita, menderita untuk kita di bawah murka Allah:
“Tetapi sesungguhnya,
penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya,
padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia
tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan
kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya,
dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. Kita sekalian sesat seperti domba,
masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan
kepadanya kejahatan kita sekalian.” (Yes. 53:4-6)
Al-Masih menyelamatkan
para pengikut-Nya dari kutukan Hukum Taurat dan membebaskan mereka dari
penghakiman Hari Kiamat. Dia membenarkan orang-orang yang menerima Dia dan
percaya kepada-Nya. Dia telah mendamaikan Allah dengan manusia dan memberikan
manusia damai sejahtera yang kekal. Rasul Paulus mendorong kita untuk menerima
hak istimewa rohani ini, dengan menulis:
“berilah dirimu
didamaikan dengan Allah. Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi
dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.” (2 Kor 5:20,
21).
No comments:
Post a Comment
SILAHKAN BERKOMENTAR YANG SOPAN, SEMUA KOMENTAR YANG TIDAK SOPAN AKAN DIHAPUS_SANG TIMUR