Monday, October 7, 2013

PERTANYAAN YANG MENUNTUT JAWABAN


_bagian kelima dari 6 artikel.
Oleh ; Abd Al Masih
[...mungkin saja anda pernah membaca artikel ini di website lain karena artikel ini memang saya copy dari alamat website lain. Saya sengaja tidak mengubah judul artikel dan isinya agar tidak menimbulkan kesalahan dalam memahami esensinya. Namun karena terlalu panjang, maka akan saya bagi dalam beberapa bagian. Pembaca hendaknya membaca sampai habis untuk mendapatkan manfaat yang utuh dari apa yang selama ini di-salah- mengerti-kan atau malah sengaja di-sembunyi-kan oleh para sarjana muslim dan para mubaligh kepada umat muslim dalam memahami Quran dan Injil. Sesuai dengan judulnya, “Pertanyaan Yang Menuntut Jawaban”, maka sebagian besar pertanyaan yang selama ini tersimpan di kepala anda akan terjawab di sini...selamat membaca]

X. TANDA DARI ALLAH
Inspirasi Islam menunjuk Isa sebagai “Tanda dari Allah” (Ayatollah). Menurut Islam, Allah telah membuat Isa dan ibu-Nya sebagai tanda yang diberikan Allah kepada manusia:
“Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia” (Sura 19:21).
“Kami tiupkan ke dalam (tubuh)nya ruh dari Kami dan Kami jadikan dia dan anaknya tanda (kekuasaan Allah) yang besar bagi semesta alam.” (Sura 21:91).
Al-Masih tidak menerima sebutan unik ini dari manusia, tetapi langsung dari Allah. Dia tidak menerima sebutan, “Tanda dari Allah,” agar dapat masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi di universitas, tetapi Dia telah menyandang sebutan terhormat ini sejak saat Dia dilahirkan ke dunia. Sebaliknya, tempat tertinggi dalam Islam aliran Shi’ah hanya dapat diberikan kepada pakar-pakar yang telah menerima gelar Ayatollah, yang berarti “tanda dari Allah.” Banyak orang Islam terlalu berlebihan di dalam menghormati Khomeini, karena mereka bukan hanya memanggilnya “Ayatollah” (Tanda dari Allah) tetapi juga Ruhullah (”Roh Allah”). Para pengikut Al-Masih telah mendapat “Tanda dari Allah” selama 1.990 tahun di dalam diri Al-Masih! Para pengikut Shi’ah hanya memiliki Ayatollah mereka yang terkenal tahun-tahun belakangan ini saja. Apa perbedaan antara Khomeini dan Al-Masih? Jurang di antara kedua orang ini mustahil untuk dijembatani. Al-Masih menyembuhkan orang sakit, menyucikan orang kusta, membangkitkan orang mati, memberi makan orang yang kelaparan, menghibur orang yang terkena musibah, memberkati musuh-musuh-Nya, menciptakan damai antara manusia dan Allah, dan menyelamatkan jutaan manusia dari kutukan Hari Penghakiman. Khomeini, sebaliknya, memimpin para pengikutnya kepada dua peperangan yang porak poranda di Irak dan Afghanistan, di mana jutaan orang Islam terbunuh, menjadi cacat, kehilangan rumah dan lingkungan hidup. Dia mengutuk setiap orang yang dia anggap musuh Islam. Perbedaan antara Ayatollah para pengikut Al-Masih dan Ayatollah para pengikut Shi’ah sungguh tidak terkatakan lagi!
Para pakar Islam aliran Sunni merasa dihina oleh Ayatollah Khomeini ketika ia mengijinkan para pengikutnya untuk memanggil dirinya “Roh Allah” (Ruhu-Allah) atau “Roh Kudus” (Ruhul-Qudsi). Bahkan Muhammad pun tidak menerima sebutan tersebut bagi dirinya. Pakar-pakar aliran Sunni dari berbagai negara Arab bertemu di Casablanca (Moroko) dan setuju untuk mengutuk kebiasaan ini. Raja Maroko, Hassan II, mengumumkan di depan masyarakat umum bahwa jika Khomeini tidak menghentikan para pengikutnya untuk memanggil dirinya Ruhullah atau Ruhul-Qudsi, maka dia (Ayatollah Khomeini) harus diusir dari Islam dan tidak dapat lagi dianggap sebagai orang Islam. Pengumuman Raja tersebut didasarkan pada bukti yang terdapat dalam Al-Qur’an bahwa hanya ada satu manusia di dalam sejarah dunia yang memiliki hak untuk menamakan dirinya “Roh Kudus”: Isa, Anak Maryam, karena Dia dilahirkan dari Roh Kudus. Untuk mengutuk para pengikut Shi’ah, para pengikut Sunni mengakui kebenaran bahwa Isa adalah satu-satunya manusia yang pernah dilahirkan oleh Roh Allah.
Khomeini dipilih oleh manusia sebagai tanda dari Allah kepada kaum Shi’ah yang kebanyakan bermukim di Iran. Tetapi Al-Masih adalah “Tanda dari Allah” yang sebenarnya bagi seluruh manusia. Dia bukan hanya “Tanda dari Allah” bagi para pengikut Al-Masih atau bagi bangsa Yahudi, tetapi juga bagi orang Hindu, Budha, atheis, Islam, dan lain-lainnya. Siapa saja yang mempelajari kehidupan Al-Masih secara mendalam akan menemukan bahwa Dia adalah Ayatollah yang sempurna, “Tanda dari Allah” yang sesungguhnya.
XI. RAHMAT ALLAH
Kita dapat membaca di Al-Qur’an apa yang dikatakan Allah tentang Isa:
“Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami” (Sura 19:21).
Muhammad juga dijuluki ‘rahmat’ dalam Al-Qur’an:
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Sura 21:107).
Kita telah mengetahui bahwa inspirasi Muhammad pada dasarnya berbeda dengan Al-Masih; demikian juga, arti dan isi rahmat dari keduanya juga secara fundamental berbeda.
Malaikat Jibril diduga mendiktekan Al-Qur’an kepada Muhammad. Al-Masih tidak memerlukan malaikat sebagai perantara, karena Dia sendiri adalah inkarnasi Firman Allah yang kekal. Perbedaan antara inspirasi Injil dan inspirasi Al-Qur’an sama besarnya dengan perbedaan rahmat Al-Masih dan Muhammad yang tidak dapat dijembatani. Inspirasi kepada Muhammad dapat ditemukan dalam ayat-ayat Al-Qur’an, dalam berpuluh-puluh ribu deklarasi Hadits (kumpulan Tradisi Islam), dan dalam tata cara kehidupan praktis dia sehari-hari (al-Sunna). Sumber-sumber ini disatukan dan dikompilasikan menjadi hukum Islam (Syariat), yang terdiri dari perintah-perintah dan larangan-larangan. Hukum ini mengatur segala aspek kehidupan umat Muslim, termasuk doa lima waktu, dengan keharusan untuk membersihkan tubuh terlebih dahulu, berpuasa di bulan Ramadan, zakat, naik haji, dan bahkan upacara penyunatan dan upacara penguburan. Hukum Syariat juga meliputi tata cara berkeluarga, hukum warisan, kontrak, perang suci dan hukuman-hukuman berat. Kehidupan orang Islam diatur oleh Hukum Islam yang, menurut teologia Islam adalah bukti akhir yang nyata dari rahmat Allah kepada orang Islam.
Injil mengingatkan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat dibenarkan karena menjalankan Hukum Taurat, karena tidak seorang pun sanggup untuk melakukannya dengan sempurna. Hukum Islam pun secara terus menerus dilanggar oleh orang Islam. Jutaan dari mereka tidak menjalankan perintah untuk berdoa lima waktu sehari; jutaan lainnya tidak secara konsisten berpuasa pada bulan Ramadan; yang lainnya tidak memberikan jumlah zakat yang seharusnya mereka bayar; dan kebanyakan dari mereka tidak dapat menyelesaikan proses naik haji tanpa melakukan kesalahan. Lebih dari itu, berapa banyakkah seseorang berdosa terhadap isteri dan anak-anaknya, dan berapa seringkah suatu kontrak bisnis harus diakhiri oleh penipuan atau pemaksaan; berapa seringkah mulut seseorang mengucapkan kebohongan? Tidak ada satu orang pun yang tidak ternoda atau terkena polusi karena tinggi hati, balas dendam, kebencian, dan hati nurani yang kotor. Hukum Allah mengutuk setiap orang melalui perbuatan, perkataan, dan niatnya. Tujuan akhir dari Hukum adalah penghakiman atas setiap orang berdosa karena kejatuhannya, kebersalahannya, dan korupsinya. Memang, hukum Muhammad mengatur orang-orang Islam, sama seperti Hukum Musa berpusat pada kehidupan anak-anak Abraham atas Allah dan Firman-Nya. Hukum itu menuntut penyerahan yang penuh dan kepatuhan yang menyeluruh kepada Sang Pencipta. Tetapi tidak ada hukum yang dapat membenarkan orang berdosa, dan tidak ada hukum yang dapat membebaskan orang yang berdosa. Hukum itu diberikan untuk menghakimi orang yang melanggar hukum dan menghancurkan mereka. Karena Hukum, maka setiap orang akan berjalan menuju neraka. Hukum itu adalah hakim yang adil. Tidak ada satu manusia pun yang dapat memenuhi persyaratan Hukum.
Setiap orang yang taat beragama berharap untuk menerima pengampunan dari Allah. Orang Islam berpikir bahwa:
“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (Sura 11:114; Sura 35:29- 30).
Tetapi menurut Islam, tidak ada satu orang pun yang dapat memastikan bahwa dosa-dosanya akan diampuni sampai tiba Hari Penghakiman. Hukum mereka tidak menawarkan korban pengganti, dan juga tidak memberikan keselamatan yang cuma-cuma kepada mereka. Setiap orang Islam akan menerima upah/ganjaran mereka pada Hari Penghakiman, ketika pelanggaran mereka dan segala kegagalan mereka terbongkar semua. Hukum pada akhirnya akan menghukum para pengikutnya. Muhammad mengakui bahwa seluruh pengikutnya akan pasti masuk neraka:
“Demi Tuhanmu, sesungguhnya akan Kami bangkitkan mereka bersama syaitan, kemudian akan Kami datangkan mereka ke sekeliling Jahannam dengan berlutut… Dan tidak ada seorangpun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan.” (Sura 19:68,71).
“Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.” (Sura 11:119).
Kita mengakui bahwa semua pengikut Al-Masih, Hindu, Budha, dan Islam adalah orang-orang yang pada dasarnya sungguh berdosa. Tidak ada satu manusia pun yang baik, “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah,” (Roma 3:23).
Hanya Al-Masih sendiri yang hidup menurut Hukum dan menuntut bahwa kita harus mentaati perintah kasih-Nya juga. Tetapi tujuan utama Al-Masih adalah bukan untuk membuat suatu hukum yang menghukum manusia tetapi untuk menyatakan kasih (anugerah) Allah terhadap manusia berdosa dan untuk membenarkan mereka secara cuma-cuma. Al-Masih menjalani kehidupan sesuai dengan apa yang Dia ajarkan, dan diri-Nya sendiri menyelesaikan Hukum, dengan membuktikan bahwa Dia patut menjadi Domba Allah, yang menghapus dosa dunia (Yoh. 1:29).
Tujuh ratus tahun sebelum kelahiran Al-Masih, Nabi Yesaya bernubuat bahwa seseorang akan datang sebagai ganti kita, menderita untuk kita di bawah murka Allah:
“Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian.” (Yes. 53:4-6)
Al-Masih menyelamatkan para pengikut-Nya dari kutukan Hukum Taurat dan membebaskan mereka dari penghakiman Hari Kiamat. Dia membenarkan orang-orang yang menerima Dia dan percaya kepada-Nya. Dia telah mendamaikan Allah dengan manusia dan memberikan manusia damai sejahtera yang kekal. Rasul Paulus mendorong kita untuk menerima hak istimewa rohani ini, dengan menulis:
“berilah dirimu didamaikan dengan Allah. Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.” (2 Kor 5:20, 21).

No comments:

Post a Comment

SILAHKAN BERKOMENTAR YANG SOPAN, SEMUA KOMENTAR YANG TIDAK SOPAN AKAN DIHAPUS_SANG TIMUR